Kehidupan seperti apapun, tentu ada saja konflik dan masalah
yang terjadi, meskipun dengan bersusah payah kita hindari untuk bermasalah
dengan orang lain. Namun, pilihan kita untuk menempatkan perasaan kita pada
orang tersebut. Apakah kita harus membencinya atau tidak? Kadar kebenciannya
tinggi atau tidak?
Ada saja, seseorang yang baru mendengar nama orang yang
dibenci saja sudah langsung badmood. Ada
juga, walaupun bertemu dengan orang yang tidak disukai, ia masih bisa bersikap
normal dan biasa saja, memperlihatkan seolah hatinya berdamai dengan orang
tersebut.
Jadilah si tidak
peduli daripada pembenci. Sengaja tulisan ini ditulis hari ini. Barusan,
ada kejadian di samping saya, seseorang yang di hatinya menyimpan kebencian yang
dalam terhadap seseorang, mencak-mencak begitu mengetahui yang dibenci tengah
berbahagia, padahal tidak membuatnya terlukai sedikitpun. Namun, hati yang
membenci, tetap mencari celah untuk tidak menyukai. Hampir setiap hari peduli,
mencari tahu, tentang orang yang tidak disukai. Dapat apa? Hati yang semakin
keras dengan kebenciannya. Lelah dengan kebencian yang menguras kalori, tidak kenyang.
Untuk apa kita terlalu peduli? Bukankah lebih baik kita tak
acuh dengan orang yang tidak kita sukai, ketimbang menyediakan waktu kita untuk
memperhatikan hidupnya? Jadilah tidak peduli daripada pembenci, karena lebih
aman, tentram, dan mengurangi potensi dosa.
Super sekali. Ada kandungan motivasi didalamnya, ah sukak deh! Memikirkan, mengurus hidup, memendam rasa benci dengan si pembenci yang kita tidak suka, cuma buat kita menguras tenaga, waktu terbuang, sia sia hidup mengurus yang tidak seharusnya diurus ;)
BalasHapusMakasih mba nana :)
HapusIni ditulis karena udah gerah sama lingkungan yang kurang bersahabat, lantaran terlalu memelihara kebencian.