Aku percaya, waktu 24 jam sehari itu sangatlah
singkat dan mungkin tidak cukup bagi kita menjalani hari-hari. Tapi rasanya, aku
terlalu naif memikirkan hari yang begitu cepat berlalu bagi kita. Bisa saja,
bagi orang lain hari sangat lamban melaju. Itu bagimu, perempuan hebat yang
selama ini selalu disangka adalah kembaranku.
Rasanya rintik hujan yang tengah turun, melalui
tetes-tetsnya membawaku menyusuri jalanan basah di depan sana, menembus
titik-titiknya berlari padamu. Bahagia dalam penantianmu sangat kurasakan,
meskipun kita tiada lagi hidup bersisian seperti dua puluhan tahun lalu. Status
barumu membawamu harus meninggalkan aku di sini dan semua hal tentang hidup
yang selalu kita bagi bersama, yang selalu kita hadapi bersama. Mungkin inilah
kenapa ungkapan bagaikan pinang dibelah dua melekat pada kita.
Dear kakakku yang tengah bahagia menanti
kelahiran buah hati pertama.
Izinkan aku menuliskan kegundahan hatiku
sejenak. Perihal kejauhan yang menghukumku untuk tiada berhak mengusik lagi
privasimu. Aku rindu gelak tawa yang selalu engkau bagi. Aku rindu pelindungku
yang selama ini selalu berada di depanku. Meproteksiku dari ancaman dan
ketidaknyamanan, yang tiada lagi dapat kurasakan lagi kini, semenjak statusmu
berganti, dua tahun lalu. Entah kenapa dirimu terasa asing, tidak lagi seperti
kakak yang kukenal. Setiap hendak bercerita, rasanya aku tidak bisa sebebas
dulu lagi. Untuk menghubungimu, aku seperti takut, yang seharusnya itu tidak
perlu terjadi. Kamu kan kakakku! Selama ini tidak ada yang bisa memisahkan
kita. Tapi harus kuakui itu dulu, sebelum statusmu berganti.
Besok, mama akan terbang ke sana untuk
menemanimu menjalani proses persalinan. Harusnya aku bisa saja minta ikut pada
mama. Tapi… aku takut. Jadi, kukirimkan doa penebus ketidakhadiranku di sisimu.
Semoga keponakanku bisa lahir dengan sehat, dan tentunya bundanya juga sehat. Aku
merindukanmu, kakakku, juga kebersamaan kita selama ini.
0 komentar:
Posting Komentar