Beberapa waktu belakangan terasa berat. Ada yang
tersekat hingga membuat tersendat. Entah apa, aku masih mencari tahu keberadaannya.
Padahal sebelumnya tidak pernah sesulit ini menjalani hari-hari. Yang kuingat,
perbedaannya hanya sekarang kamu sudah tidak ada lagi, mengisi beberapa baris
cerita di lembaran kisahku.
Kamu apa kabar di sana? Bisakah kamu berjalan
dengan tenang tanpa ada aku yang mungkin selalu merecokimu? Atau bahkan kamu
juga merasakan kehampaan yang sama denganku? Ah, barangkali harapan ini hanya
semacam doa yang memeluk kehampaan sebagai kamu. Tapi biarlah, sesekali waktu
perlu mengajariku cara tercepat meninggalkan masa silam. Meski aku tak yakin
kamu akan “hilang” begitu saja di masa depanku.
Kadang setiap merindumu aku menegaskan hati
dengan merapal mantra “semoga”
Dan berharap mantra itu mustajab untuk
mengembalikan yang pergi dan memulangkan yang lupa. Walau setiap mataku
membuka, kamu tetap pergi dan tetap lupa kembali.
Yang kutahu, antara kita, terlalu banyak
kebetulan, terlalu banyak pengecualian. Hingga akhirnya, semesta membiarkan
begitu saja kepergian tanpa salam perpisahan terjadi. Memang aku masih bisa
terlihat biasa saja berjalan sendiri, tertawa melihat sekelompok anak-anak,
antusias begitu melihat buku bagus tertata rapi di deretan rak toko buku, tapi ketika sudah
sendiri di kamar, kamu masih melekat dan enggan lepas dari ingatan.
Di jantung rinduku kamu adalah keabadian yang
mengenalkan dan mengekalkan kehilangan.
0 komentar:
Posting Komentar