Selasa, 07 Februari 2017

Maafkan aku, Malaikatku

Mendung,
Langit perlahan meredup.
Rindupun tumbuh besertanya.

Dear perempuan paling hebat, malaikat yang menyempurnakan hidupku selama ini
Mama, aku kangen…
Bagaimana kabarmu? Sudah lama rasanya aku tidak mendengar suaramu di ujung telepon. Sudah lama sekali, semenjak terakhir kali mama bertanya banyak hal mengenai masa kuliahku yang belum juga kuselesaikan. Maafkan anakmu ini, mama. Tidak seharusnya aku absen meneleponmu demi menghindari pertanyaan-pertanyaan yang jujur, membuatku sesak dan sakit kepala. Iya, tidak seharusnya aku begini. Apa salahnya aku jelaskan apa yang kualami dengan revisiku yang tersendat? Apa salahnya aku membagi kesulitanku padamu? Sepertinya mudah, tapi sangat sulit kulakukan. Karena, komunikasi lewat telepon berarti komunikasi dua arah, mama bisa bertanya dan aku harus menjawab, itulah alasannya. Aku tidak mau berbohong lagi padamu, ma. Tadi, aku menemui pembimbing satu tesisku, mukanya lumayan lelah, jadi aku takut mendesaknya untuk menyetujui hasil penelitianku untuk bisa diseminarkan. Harusnya bisa saja kejadian ini menjadi topik yang bisa kita bahas kan, ma? Tapi ternyata aku terlalu cemen untuk menekan tombol “panggil” ketika nomor teleponmu sudah berhasil kuketik.

Kemarin, aku juga mendatangi rumah sakit untuk membezuk suami pembimbing duaku. Bu Novi sudah dua minggu tidak ke kampus karena merawat suaminya yang sakit stroke. Meskipun sudah memberanikan diri datang ke rumah sakit, tapi rasanya takut sekali untuk membahas perihal acc untuk ujian. Maafkan aku, lagi-lagi aku harus tertunda untuk ujian.

Maafkan aku, mama… 
Aku cuma bisa menulis surat ini pada mama, karena rasanya lebih lega bercerita dengan tanpa harus menerima pertanyaan darimu. Bukan, bukan maksudku mama terlalu agresif mengejarku dengan pertanyaan-pertanyaan yang sama. Aku yang jadi masalahnya. Aku takut menjawab pertanyaanmu dengan kalimat yang akan membuatmu kecewa. Sungguh!

Mama, aku rindu…
Temanku, tadi bertemu dengan ibunya. Kebetulan ibunya berkunjung. Iri sekali rasanya melihatnya bisa memeluk ibunya dengan sangat erat melepaskan kangen. Mereka bahagia sekali. Aku jadi teringat pesan yang pernah mama sampaikan, “Berbahagialah, agar kamu bisa menikmati hidupmu.” Andai mama tau, bahagiaku cuma dengan bisa memenuhi permintaan mama untuk segera diwisuda.

Mama sehat selalu ya, di rumah.
Doakan anakmu ini untuk bisa segera melunasi janji segera wisuda tahun ini. Besok, aku akan menemui kembali pembimbingku. Semoga ada kabar gembira, sehingga aku bisa segera menghubungi mama. Aku sayang mama…



#PosCintaTribu7e
#SuratCintaUntukMama
#SuratKe-1


3 komentar:

  1. Oh, ini surat cinta buat mama ya kak...
    Semoga halangan bisa dilalui, dan kabar gembira segera didapat. Jadi bisa menuntaskan rindunya ke mama deh dan bisa kasih kabar gembiranya :D

    BalasHapus
  2. Oh, ini surat cinta buat mama ya kak...
    Semoga halangan bisa dilalui, dan kabar gembira segera didapat. Jadi bisa menuntaskan rindunya ke mama deh dan bisa kasih kabar gembiranya :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya... huhuhu, tapi mamaku udah ku sms kok (minimal kasih kabar kan? hehe)
      aamiin, makasih ya, doanya :))

      Hapus