Aku hanyalah tepian yang berdiri memandangi aliran sungai dan menikmati
semilir angin. Diam, dan sendiri.
Kemudian beberapa orang datang, kamu salah satunya.
Kamu datang dengan menawarkan sebuah masa depan yang indah di saat aku
sedang berusaha ingin fokus dengan pendidikanku. Mengganggu konsentrasiku? Tidak
bisa di “judge” begitu, tapi tidak kupungkiri juga kalau tawaran itu sedikit mengusikku.
Ya, sederhananya, perempuan mana yang tidak “terpikirkan” ketika ada seorang
yang dengan serius menawarkan komitmen −Bukan hal main-main− padanya?
Pernah kamu berkata bahwa perempuan sepertikulah yang kamu inginkan
menjadi ibu anak-anakmu, bagaimana itu tidak sebuah pujian untukku?
Namun aku yang sedang tidak memiliki kemampuan ini memberikan isyarat bahwa
aku belum mampu dalam hal kesiapan saat itu, aku tidak memintamu menunggu,
namun kalau kamu ingin memilih menungguku, itu hakmu. Dan dengan gagah saat itu
kamu berkata “Aku tetap menginginkan perempuan sepertimu yang mendidik anak-anakku,
jadi aku akan menunggumu siap, meskipun bukan atas permintaan dan keinginanmu.”
Yah, aku hanya mengingat itu sebagai sebuah janji, mungkin? Namun memang
setelah itu kita tidak pernah lagi berkomunikasi, menjaga jarak dari fitnah
yang mungkin mengelilingi kita. Sampai suatu waktu, belum lama ini, kamu
kembali bertanya “bersediakah kamu melengkapi separuh agamaku, saat ini?”
hingga saat itu kamu masih memegang janjimu. Namun tetap, aku masih belum bisa
memberikan jawaban seperti keinginanmu, dan kamu kembali berjanji akan menungguku
tahun depan (tahun ini) karena studiku akan selesai di tahun ini.
Dan, di saat aku sedang menikmati kesibukanku menyelesaikan pendidikan, kamu
tiba-tiba kembali menyapaku, bertanya apakah undangan pernikahanmu sudah sampai
padaku?
***
Aku mempercayai Allah, adalah pengatur yang baik di atas hidup kita. Allah
telah memisahkan kita dengan caranya, cara yang baik sekali. Aku yakini memang
kita bukanlah berjodoh. Sehingga, kamu mendahuluiku, dipertemukan dengan jodohmu
di waktu yang tepat. Kecewakah aku? Tidak sama sekali, karena keyakinanku akan
Allah seperti pasrahku atas kehendakNya mengatur hidupku selama ini.
Untukmu, selamat menempuh status baru, menjadi imam dalam keluarga barumu,
pergaulilah dengan baik bidadarimu, sayangi ia, bimbing ia dengan kelembutan,
semoga kalian berada dalam bahtera yang sakinah, mawaddah, wa rahmah...
berbahagialah...
Untuk janjimu kepadaku sebelum ini, telah kumaafkan dan sudah kulupakan.