Seperti hari ini. Sesubuhnya
hari aku sudah bangun dan beraktivitas. Dengan harapan hari ini akan baik dan
penuh keberkahan jika kumulai dengan bangun pagi. sejak aku bangun, langit lumayan sendu, namun masih bersahabat. Perjalanan hidup berjalan
lancar, sampai sekitar pukul sembilan pagi, aku bertemu dengan juniorku di
jalan menuju kampus (kenapa aku baru pukul sembilan ke kampus, karena aku tidak
tidur di kosan semalam, tetapi tidur di rumah orang tuaku yang jaraknya sekitar
2 jam lebih). Kita bercerita banyak, sambil melepas rindu pasca sudah lama
tidak bertemu. Ada titik terang yang aku dapatkan dari pertemuan dan obrolan
pinggir jalan itu. Apa? Bahwa hidup memang harus dijalani dengan bersyukur. Terutama
aku. Ya, kuakui kisah perjalanan tesisku memang tersendat, tetapi kendalanya
hanya ada pada diriku sendiri. Kesibukan kerja dan organisasi yang kujalani
menjadi penghalangnya (ditambah sedikit rasa malas, hehe), ditambah aku yang
penakut untuk sekadar menghadap dosen pembimbing. Tetapi juniorku yang sudah
selesai seminar hasil itu, ia harus mengulang kembali dari awal: ganti
pembimbing, ganti judul, ulang menulis proposal dari awal, dan ulang lagi untuk
seminar. Dijelaskan bahwa ia memiliki masalah dengan pembimbing duanya –yang sama
dengan pembimbing duaku. Ya Allah…
Dengan tanpa maksud
menertawakan kemalangannya, aku mengucap syukur berkali-kali pada Allah,
setelahnya mengucap istighfar (merasa bersalah dengan banyaknya keluhanku
selama ini). Begitu berat masalah yang orang lain hadapi dibanding masalahku.
Sama-sama tersendat di
tesis, tetapi pokok permasalahannya berbeda. Setidaknya, aku yang hanya punya
masalah dengan diriku sendiri, ya hanya aku dan dirikulah yang harus berdamai. Sementara
dia? Dirinya dengan egonya sendiri, pembimbingnya dengan ego pembimbingnya,
dirinya dengan ego pembimbingnya. Pasti rumit, sehingga harus mengganti
pembimbing dan ulang lagi dari awal.
Sekali lagi, aku
bersyukur bukan untuk mentertawakan dia, tetapi mensyukuri nasibku yang ternyata
jauh lebih beruntung dari padanya.
Kulanjutkan perjalanan
ke kampus, di perjalanan bertemu lagi dengan teman sekelasku dengan pakaian
sangat rapi, tetapi tampang orang kebingungan. Kira-kira percakapan kami
begini.
“Alhamdulillah.. untung
kita bertemu di sini.”
“Kenapa bang?”
“Lusi bantulah abang
jadi moderator seminar hasil, ya. Karena tidak ada satu pun teman-teman di
tempat.”
Aku yang tahu betul
dosen pembimbing satunya sama dengan dosen pembimbing satuku langsung ciut. Terbayang
bagaimana nanti bertemu beliau, akankah beliau menginterogasiku kenapa belum
juga menghadap untuk bimbingan? Duh…
“Duh bang, tapi kan ada
Pak At, Ci takut, ah. Yang lain saja.”
“Nggak ada yang lain,
makanya abang pusing nyari. Udah, Lusi sajalah… tolong bantu abang.”
Rasa iba mulai datang,
tetapi tetap takut berhadapan dengan profesor pembimbing. Tapi kasihan, tapi
takut. Akhirnya seluruh nomor teman-teman yang aku punya, kuhubungi satu per
satu, dan NIHIL. Tidak ada yang bisa. Pasrah deh.
Singkat cerita, di saat
si Bang Stefen menjemput dokumen seminar ke kantor TU, masuklah Pak At ke
ruangan yang ketika itu hanya ada aku di dalamnya. Allah…
“Nah, kemana saja?”
kalimat pertama yang lumayan membuatku berpikir keras untuk menjawabnya.
“Kapan lagi mau
seminar? Jangan lama-lama, rugi kalau harus bayar uang kuliah hanya untuk
menyelesaikan tesis.”
“Iya pak.” Sial! Jawaban
yang singkat banget
“Apa lagi yang tinggal?
Bersegeralah.”
“Iya, Pak, dikit lagi.”
“Kapan mau bimbingan? Mumpung
perkuliahan belum dimulai dan saya masih belum terlalu sibuk.”
“Secepatnya, Pak.”
“Terkejar wisuda
September?”
“Wallahu ‘alam,
sepertinya tidak, Pak.”
Dan… mulailah aku
diceramahi ini dan itu, panjang lebar, sampai keluar keringat dingin, sampai
menggigil, dan sampai ada orang yang datang.
Aku takut dengan beliau
bukan karena beliau terlalu galak, tidak! Bukan juga karena beliau jahat,
tidak! tapi yaaaa…
Oke. Intinya. Terima kasih
kepada cahaya terang yang disuguhkan bulan Agustus ini. Dengan pertemuan dengan
junior dan wejangan dari dosen pembimbing, akhirnya aku kembali bersemangat
menyelesaikan tesisku yang setahun terbengkalai (gila! Lama banget). Buka mata,
lihatlah sekitar.. ada banyak pelajaranyang bisa kau cerna. Komitmenlah dengan
apa yang sudah menjadi pilihan hidupmu dari awal. Bersyukurlah, karena
dengannya hatimu jadi tenang untuk menjalani aktivitasmu. J
0 komentar:
Posting Komentar