Aku tersentak. Sekilas nampak jam
dinding menunjukkan pukul tiga dini hari
Masih meraba-raba
perihal mimpi barusan
Apakah kamu masih
menghantui, Ataukah aku yang tak
pernah benar-benar beranjak pergi?
Malam ini aku sadari, -lagi. Bahwa aku memang
benar-benar sendiri. Tergopoh menanggung rindu dan luka tanpa teman
sepenanggungan. Tanpa kamu. Tanpa dekap yang dulu membuatku tenang saat
menggigil kedinginan. Tanpa teduh wajahmu yang menenangkan saat kepalaku begitu
sesak dengan sepi dan kebosanan.
Sudah berapa lama hingga kini? Rasanya baru kemarin kamu pergi, membawa koper dengan terseok sambil melangkah hati-hati sekali. mungkin yang dalam pikiranmu saat itu, rasa sakitnya akan berkurang dengan melangkah hati-hati. Sembari menatap punggungmu, mataku yang sudah sembab, enggan untuk tak membasah. Entah air mataku akan kering setelah itu, aku tidak peduli. Pokoknya hanya air mata rasanya yang bisa mengerti, bagaimana perihnya kehilangan karena ditinggal pergi.
Apakah hingga kini, kamu masih tetap menghantui, Ataukah aku yang tak pernah benar-benar pergi?
Hingga hadirnya mimpi, kembali membawaku menikmati hangatnya kehadiranmu kembali mengisi cerita-cerita di setiap lembaran hari-hariku beberapa saat ini.
Sudah berapa lama hingga kini? Rasanya baru kemarin kamu pergi, membawa koper dengan terseok sambil melangkah hati-hati sekali. mungkin yang dalam pikiranmu saat itu, rasa sakitnya akan berkurang dengan melangkah hati-hati. Sembari menatap punggungmu, mataku yang sudah sembab, enggan untuk tak membasah. Entah air mataku akan kering setelah itu, aku tidak peduli. Pokoknya hanya air mata rasanya yang bisa mengerti, bagaimana perihnya kehilangan karena ditinggal pergi.
Apakah hingga kini, kamu masih tetap menghantui, Ataukah aku yang tak pernah benar-benar pergi?
Hingga hadirnya mimpi, kembali membawaku menikmati hangatnya kehadiranmu kembali mengisi cerita-cerita di setiap lembaran hari-hariku beberapa saat ini.
ikhlaskan yang telah meninggalkan. mulai dengan masa depan dengan yang menawarkan bahagia.
BalasHapus